Renungan H. Mahmud Ali Zain (1): Malu untuk Merendahkan Orang Lain

Nov 23, 2014 - 00:00
 0  18
Renungan H. Mahmud Ali Zain (1): Malu untuk Merendahkan Orang Lain

Sayyid Salim bin Umar bin Hafidz menceritakan salah satu ''karomah'' yang pernah dia lihat dari sang ayah, Habib Umar bin Hafidz. “Dulu, sempat tampak cahaya berbentuk lafadz Allah di kening ayahku (Habib Umar bin Hafidz),” tutur Sayyid Salim bin Umar bin Hafidz. Melihat ''keajaiban'' itu, kami pun memberitahu beliau akan hal tersebut

Akan tetapi beliau tidak mempedulikan ucapan kami, bahkan sama sekali tak melihat ke kaca untuk memastikan apakah hal itu benar atau tidak. Ketika akhirnya banyak orang-orang yang berkata padanya bahwa mereka memang melihat ada lafadz Allah yang tertulis di keningnya, beliau hanya berkata pada mereka. ''Aku lebih tahu siapa diriku yang hina ini daripada kalian,'' kata Habib Umar bin Hafidz.

Salah seorang ulama yang hidup di zaman Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menceritakan salah satu pengalamannya ketika berhaji. Waktu itu, tuturnya, saat aku melaksanakan thawaf aku melihat seseorang sedang bersujud di dekat Multazam. Aku dekati orang itu, ternyata adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Aku mendengar beliau  berdoa, menangis, dan berkata dalam sujudnya: ''Ya Allah, andai saja Engkau memang tidak mau mengampuniku kelak di hari kiamat, maka bangkitkanlah aku dari kuburku dalam keadaan buta, hingga aku tak malu kepada mereka yang dulu telah berbaik sangka padaku di dunia.''

Beliau-beliau itu merupakan para kekasih Allah. Meski mempunyai ilmu dan amal sebanyak, akan tetapi tidak pernah terlena dengan apa yang telah mereka lakukan. Mereka juga tidak pernah buta oleh pujian-pujian orang bahkan selalu meyakini bahwa mereka hanyalah seorang hamba hina yang tidak punya apa-apa untuk dibanggakan dan hanya pantas mendapatkan neraka.

Mari coba bandingkan dengan kita yang setiap hari berbuat dosa; hanya shalat tahajjud dua rakaat saja sudah merasa jadi wali, sudah merasa paling  ''masya Allah'' di antara yang lain. Seakan-akan kita sudah memastikan bahwa kita sudah punya satu tempat dalam surga.

Dengan membaca kisah-kisah beliau-beliau di atas, setidaknya semoga bisa membuat kita malu. Malu untuk merasa bahwa diri kita lebih mulia dan lebih baik dari orang lain, malu untuk meremehkan dan merendahkan orang-orang di sekitar kita.

Coba kita fikir. Apalah artinya amal-amal kita bila dibandingkan dengan Habib Umar bin hafidz?
Dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan wali-wali Allah lainnya? Tak lebih daripada hanya serpihan debu yang kotor dan hina. Astaghfirullah.

Mokh. Syaiful Bakhri

Foto: H. Mahmud Ali Zain

 

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow