Rahasia Lailatul Qadar (1)
Allah SWT berfirman:
”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS al-Qadr: 1-5)
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling utama bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.”
Abi Abdullah bin Abi Nafash al-Kabiri mengisahkan bahwa seorang penulis di kota Kufah telah meninggal dunia. Ada seorang alim yang melihatnya dalam mimpi. Orang alim itu bertanya: “Apa yang Allah perbuat terhadapmu?”
Dia menjawab: “Tuhanku telah mengampuni aku.” Orang alim itu bertanya: “Dengan sebab apa?” Dia menjawab: ”Dengan haknya shalawat. Saya menuliskan nama Nabi SAW pada sebuah kertas.”
Orang yang menulis shalawat di kertas saja mendapat ampunan, bagaimana Allah tidak akan mengampuni orang yang membacanya dengan lisan dan hati?
Disebutkan bahwa Allah telah mengagungkan al-Quran dengan tiga hal, yaitu:
- Menyandarkan turunnya al-Quran kepada Dia sendiri dan menjadikan al-Quran secara khusus dengan diri-Nya tanpa selain-Nya.
- Al-Quran datang dengan kata ganti (dhamir) tidak dengan nama benda (isim dhahir) sebagai persaksian akan kemuliaan dalam ketinggian nilainya dan kesempurnaannya.
- Mengangkat derajat waktu saat al-Quran diturunkan.
Lailatul qadar dinamakan “qadar” yang berarti “penentuan”, karena pada malam itu Allah menentukan segala urusan, hukum, rezeki dan kematian untuk jangka waktu selama setahun. Kemudian Allah menyerahkan ketentuan itu kepada para malaikat sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Catatan rahmat dan siksaan diserahkan kepada Malaikat Jibril; catatan tumbuh-tumbuhan dan rezeki diserahkan kepada Malaikat Mikail; catatan hujan dan angin diserahkan kepada Malaikat Israfil; catatan pencabutan roh dan ajal dari segala sesuatu diserahkan kepada Malaikat Izrail. “Qadar” juga berarti sempit, karena pada malam itu bumi menjadi sempit karena begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi.
Ditanyakan kepada Husain bin Fadhal: “Bukankah sesungguhnya Allah yang telah menentukan semua kepastian sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?” Dia menjawab: “Ya.”
Ditanyakan juga kepadanya: “Apakah arti Lailatul Qadar?” Dia menjawab: “Menempatkan segala ketentuan kepada waktunya masing-masing dan pelaksanaan ketentuan yang telah ditetapkan.”
Disebutkan bahwa sebab turunnya para malaikat ke bumi pada malam Qadar yaitu ketika mereka mengatakan:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan akan menumpahkan darah, sedang kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan menyucikan Engkau?” (QS al-Baqarah: 30)
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (QS al-Baqarah: 30)
Allah menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi berbeda dengan apa yang dikatakan oleh para malaikat dan Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang beriman. Maka para malaikat turun bersama-sama untuk memberikan salam sejahtera kepada orang-orang yang beriman dan menyadari kealpaan atas apa yang telah mereka katakan, mendoakan dan memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman.
Sebab-sebab diturunkan surah al-Qadr disebutkan oleh Ibnu Abbas r.a. Menurutnya, Malaikat Jibril telah menuturkan kisah Syam’un al-Ghazy kepada Rasulullah. Syam’un al-Ghazy adalah seorang pejuang yang telah memerangi orang-orang kafir selama seribu bulan hanya menggunakan tulang rahang seekor unta sebagai senjata. Setiap dia memukul orang-orang kafir dengan senjatanya, maka bisa membinasakan orang-orang kafir dalam jumlah yang sangat besar.
Apabila dia haus, maka keluarlah air yang segar dari tulang rahang itu, lalu dia minum; apabila dia lapar, maka tumbuhlah daging di atas tulang rahang, lalu dia makan daging itu. Kejadian seperti itu dialami Syam’un al-Ghazy selama seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun dan empat bulan.
Karena itu, orang-orang kafir tak berdaya untuk melawan Syam’un. Mereka kemudian berencana membunuh Syam’un dengan perantara istrinya yang juga kafir dengan menawarkan hadiah yang sangat besar. “Kami akan memberimu harta apabila engkau mau membunuh suamimu?” kata orang-orang kafir kepada istri Syam’un.
“Saya tidak mampu untuk membunuhnya,” jawab istrinya.
“Kami akan memberimu tali yang sangat kuat, maka ikatlah kedua kaki dan kedua tangannya sewaktu suamimu tidur. Setelah itu, kamilah yang akan membunuh istrimu,” kata orang-orang kafir.
Maka istrinya pun mengikat suaminya sewaktu tidur. Syam’un terbangun dari tidurnya, lalu berkata: ”Siapakah yang mengikat saya?”
Istrinya menjawab: “Saya yang mengikat untuk mencoba kekuatanmu.”
Maka Syam’un menarik tangannya dan memotong tali itu.
Orang-orang kafir datang lagi dengan membawa rantai, maka istrinya mengikat suaminya dengan rantai itu. Maka Syam’un terbangun, lalu berkata: ”Siapakah yang mengikat saya?”
Istrinya menjawab: ”Saya yang mengikat untuk mencoba kekuatanmu.”
Maka Syam’un menarik tangannya dan memutus rantai itu.
Kepada istrinya Syam’un berkata: “Wahai istriku, saya ini seorang wali dari golongan wali Allah. Tidak akan ada yang mengalahkan saya di dunia ini kecuali rambut saya ini.”
Setelah mengetahui kelemahan suaminya, istrinya kemudian memotong rambut Syam’un ketika sedang tidur. Kemudian Istrinya mengikat tangan dan kaki Syam’un dengan menggunakan potongan rambutnya ketika dia sedang tidur.
Syam’un terbangun, lalu berkata: ”Siapakah yang mengikat saya?”
Istrinya menjawab:”Saya yang mengikat untuk mencoba kekuatanmu.”
Maka Syam’un menarik ikatan itu dengan sekuat tenaganya, namun dia tidak berhasil melepaskan ikatan rambut yang melilit kaki dan tangannya. Istrinya kemudian memberitahu orang-orang kafir sehingga mereka datang dan kemudian membawa Syam’un ke tempat pemotongan hewan di mana telah tersedia tiang gantungan. Mereka mengikat Syam’un di tiang itu. Kemudian memotong kedua telinganya, kedua matanya, kedua bibirnya, lidahnya, kedua tangan dan kedua kakinya. Orang-orang kafir berkumpul di tempat itu untuk menyaksikan pembantaian itu.
Dalam keadaan demikian, turunlah wahyu Allah SWT kepadanya: “Apakah yang engkau inginkan?”
Syam’un menjawab: “Berilah saya kekuatan yang dapat merobohkan tiang-tiang rumah ini agar jatuh menimpa mereka.”
Maka Allah memberi kekuatan kepadanya. Dengan kekuatan itu Syam’un menggerakkan dirinya sehingga tiang-tiang dan atap rumah tempat pemotongan hewan itu rubuh, mengubur orang-orang kafir hidup-hidup, termasuk istrinya.
Alllah SWT menyelamatkan Syam’un dan mengembalikan semua anggota tubuhnya yang telah dipotong-potong oleh orang-orang kafir. Sebagai rasa syukur, Syam’un kemudian beribadah kepada Allah selama seribu bulan, mengerjakan shalat di waktu malam, berpuasa di siang hari dan berperang di jalan Allah.
Mendengar kisah Syam’un, para sahabat menangis merindukan hal itu, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau mengetahui pahala yang Allah berikan kepada Syam’un?”
Rasulullah menjawab: “Saya tidak tahu.”
Maka Allah SWT mengutus Malaikat Jibril dengan membawa wahyu surah al-Qadar dan Allah berfirman: “Wahai Muhammad, Aku telah memberimu dan umatmu lailatul qadar. Beribadah pada malam itu lebih baik daripada beribadah selama tujuh puluh ribu bulan.”
Menurut sebagian ulama, Allah berfirman: “Wahai Muhammad, shalat dua rakaat pada malam qadar lebih baik bagimu dan bagi umatmu daripada berperang di jalan Allah selama seribu tahun pada zaman Bani Israil.”
Dikatakan bahwa sebab turunnya surah al-Qadar ialah ketika sudah kian dekatnya Nabi wafat dan dekatnya perpisahan dengan umatnya, sehingga Rasulullah menangis dan bersedih seraya berkata: “Apabila saya meninggal dunia, siapakah yang akan menyampaikan salam kesejahteraan Allah kepada umat saya?”
Maka Allah menghiburnya dengan firman-Nya: “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, sehingga para malaikat itu yang akan menyampaikan salam kesejahteraan-Ku. Maka janganlah engkau bersedih hati, wahai kekasih-Ku.”
Menurut al-Imam ar-Razy, ketika fajar telah menyingsing pada malam Qadar, maka Malaikat Jibril berseru, “Wahai para malaikat, siap-siaplah untuk berangkat!”
Para malaikat berkata: “Wahai Malaikat Jibril, apakah yang diperlakukan Allah terhadap orang-orang Islam dari umat Muhammad pada malam ini?”
Malaikat Jibril menjawab: “Sungguh Allah melihat mereka dengan pandangan rahmat, memaafkan dan mengampuni mereka, kecuali empat orang, yaitu: peminum arak, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, orang yang memutuskan tali persaudaraan dan orang yang suka bertengkar.”
Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mengerjakan shalat dua rakaat pada malam Qadar, pada tiap-tiap rakaat dia membaca surah al-Fatihah sekali dam surah al-Ikhlas tujuh kali dan sesudah salam dia membaca astaghfirullahu wa atubu ilaihi (Saya mohon ampun kepada Allah dan saya bertobat kepada-Nya) sebanyak tujuh puluh kali, maka dia tidak akan berdiri dari tempatnya sebelum Allah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa kedua orangtuanya. Dan Allah mengirimkan para malaikat ke surga untuk membangunkan gedung istana lengkap dengan pohon-pohon yang rindang, dan sungai-sungai yang mengalir. Dan dia tidak akan meninggal dunia sebelum melihat itu semua.” (38)
Rasulullah SAW bersabda:
“Pada setiap malam Qadar Allah menurunkan satu rahmat yang diberikan kepada seluruh orang yang beriman dari timur sampai ke barat. Setelah dibagikan ternyata masih ada rahmat yang tersisa, maka Malaikat Jibril berkata, ‘Wahai Tuhanku, rahmat-Mu telah diberikan kepada setiap orang yang beriman dan masih ada yang tersisa. Maka Allah berfirman, ‘Berikanlah kepada anak-anak yang dilahirkan pada malam ini.’ Malaikat Jibril memberikan sisa rahmat itu kepada anak-anak orang Islam dan anak-anak orang kafir. Ternyata rahmat itu khusus untuk ana-anak orang kafir. Maka rahmat itu menarik mereka ke negeri keselamatan (darussâlam) dan mereka sama-sama meninggal dunia dalam keadaan beriman dengan sebab rahmat itu.”
Nabi Musa bermunajat kepada Tuhannya: “Aku ingin dekat dengan-Mu.” Allah berfirman: “Aku dekat dengan orang-orang yang bangun di malam Qadar.”
Nabi Musa berkata: “Aku ingin dekat dengan rahmat-Mu.” Allah berfirman: “Rahmat-Ku bagi orang yang menyayangi orang-orang miskin pada malam Qadar.”
Nabi Musa berkata: “Tuhanku, aku ingin melewati siratal mustaqim dengan cepat laksana halilintar.” Allah berfirman: “Yang demikian itu bagi orang yang bersedekah pada Lailatul Qadar.”
Nabi Musa berkata: “Aku ingin duduk di bawah pohon-pohon surga dan makan buah-buahannya.” Allah berfirman: “Yang demikian bagi orang yang bertasbih dengan sungguh-sungguh pada malam Qadar.”
Nabi Musa berkata: “Aku ingin selamat dari neraka.” Allah berfirman: “Yang demikian itu bagi orang yang beristighfar (mohon ampunan kepada Allah) pada malam Qadar sampai subuh.”
Nabi Musa berkata: “Aku ingin keridhaan-Mu.” Allah berfirman: “Yang demikian itu bagi orang yang melaksanakan shalat dua rakaat pada malam Qadar.”
Diadaptasi dari kitab Durratun Nâsihîn: fil wa’dhi wal irsyâd karya Usmân bin Hasan Ahmad as-Syâkir al-Khaibawi.

