Rahasia Lailatul Qadar (2)

Jun 30, 2016 - 00:00
 0  17
Rahasia Lailatul Qadar (2)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Pintu-pintu langit dibuka pada Lailatul Qadar. Tak seorang pun yang melaksanakan shalat pada malam itu, kecuali Allah menciptakan dari tiap-tiap takbirnya tanaman pohon di dalam surga dan sekiranya orang yang berkendaraan lewat di bawah bayangan pohon itu selama seratus tahun, maka tidak akan terputus bayangan itu dari pandangannya; dari tiap-tiap rakaatnya, Allah membangunkan sebuah rumah dari bahan mutiara, batu permata merah, batu pualam hijau, dan permata berlian; dari tiap-tiap ayat yang dibaca dalam shalat, Allah menjadikan mahkota di dalam surga; dari tiap-tiap duduknya, Allah menjadikan derajat dari beberapa derajat surga; dari tiap-tiap salamnya, Allah menjadikan perhiasan dari surga.”

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:

“Pada malam Qadar ada empat bendera yang turun, yaitu: bendera pujian, bendera rahmat, bendera ampunan dan bendera kemuliaan. Pada setiap bendera diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat. Di atas bendera itu tertulis kalimat Lâ ilâha illa Allah Muhammadun Rasulullahi.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa pada malam itu membaca ‘Laa ilaaha illa Allah Muhammadun Rasulullah’ sebanyak tiga kali, maka dia mendapat ampunan untuk sekali bacaan, diselamatkan dari neraka untuk sekali bacaan dan dimasukkan ke dalam surga untuk sekali bacaan.”

Maka bendera pujian dipancangkan di antara langit dan bumi; bendera ampunan dipancangkan di atas pusara Nabi SAW, bendera rahmat dipancangkan di atas Ka’bah dan bendera kemuliaan dipancangkan di atas batu besar di Baitul Maqdis. Pada malam itu setiap satu dari malaikat turun di depan pintu rumah orang-orang Islam sebanyak tujuh puluh kali dan memberikan salam sejahtera kepada mereka.”

Wahab bin Munabbih mengisahkan bahwa ada seorang ahli ibadah di kalangan Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama tiga ratus tahun dan dia berharap agar diberi wahyu seperti para Nabi. Maka Allah menumbuhkan baginya sebatang pohon kurma yang berbuah setiap malam yang bisa mencukupi kebutuhannya. Lalu hatinya menjadi tenang sebab buah kurma itu dan dia tidak diberi wahyu lagi.

Kemudian ada seruan kepadanya: “Sungguh Aku tidak akan memberi wahyu kepada orang yang berpaling hatinya kepada sesuatu selain-Ku.”

Orang ahli ibadah itu berkata: “Wahai Tuhanku, kepada apakah hatiku berpaling?” Maka diserukan kepadanya: “Kepada pohon kurma yang engkau makan buahnya.”

Ahli ibadah itu kemudian menebang pohon kurmanya dan melanjutkan ibadahnya. Maka Tuhan berfirman kepadanya: “Sungguh para hamba-Ku mempunyai satu malam, yaitu malam qadar yang lebih baik daripada seluruh ibadahmu.”

Menurut sebagian ulama, Nabi Nuh AS berdakwah kepada umatnya selama 950 tahun, sedang Nabi Muhammad SAW berdakwah kepada umatnya selama 23 tahun. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW lebih baik daripada Nabi Nuh AS meski masa dakwahnya yang lebih pendek.

Demikian juga dengan shalat dua rakaat pada malam Qadar dari umat Muhammad lebih besar pahalanya daripada berperang di jalan Allah selama seribu bulan yang dilakukan oleh kaum bani Israel. Keistimewaan tersebut semuanya adalah semata-mata karunia dan rahmat Tuhan kepada Muhammad dan umatnya.

Para ulama berbeda pendapat dalam hal waktu tibanya malam Qadar. Sebagian ada yang  berpendapat bahwa malam Qadar itu hanya terjadi pada masa Rasulullah. Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa malam Qadar tetap ada sampai hari kiamat.

Demikian pula, para ulama berbeda pendapat dalam hal tanggal tibanya malam Qadar. Sebagian berpendapat, jatuh pada malam pertama di bulan Ramadhan. Sementara ada yang mengatakan jatuh pada malam ke-17 bulan Ramadhan. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat, bahwa malam Qadar jatuh pada sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan. Malahan ada yang memastikan bahwa malam Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke-27 dari bulan Ramadhan.

Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa selama hidupnya dia melihat malam Lailatul Qadar dua kali dan keduanya jatuh pada malam ke-27.”

Dalam kitab Haqâ-iqul Hanafy disebutkan bahwa huruf Lailatul Qadar itu ada sembilan dan Allah menyebutkan kata lailatul qadar sebanyak tiga kali di dalam al-Quran. Dengan demikian, berarti Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke-27.

Rahasia di balik misteri tibanya malam qadar itu bagi umat Muhammad mengandung hikmah agar mereka bersungguh-sungguh beribadah pada seluruh malam di bulan Ramadhan, sangat mengharapkan akan memperoleh malam qadar. Hal yang demikian sebagaimana dirahasiakannya waktu terkabul di hari Jum’at, shalat wustha di semua shalat lima waktu, ismul mu’adzam (nama Allah yang diagungkan) di antara nama-nama-Nya yang lain, dan keridhaan-Nya di dalam taat, agar mereka sama menyukai dan bersungguh-sungguh dalam keseluruhannya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa berdiri mengerjakan shalat pada satu saat pada malam Qadar meski  hanya selama pengembala memerah susu kambing, lebih disukai Allah daripada berpuasa setahun penuh. Dan demi Allah yang telah mengutusku sebagai Nabi, sungguh membaca satu ayat dari al-Quran pada malam Qadar, lebih baik daripada mengatamkannya selain pada malam Qadar.” (39)

‘Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, kalau saya mendapati malam qadar, apakah yang harus saya baca?”

Rasulullah bersabda: “Bacalah Allahumma innaka ‘afuwwun karîmun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî (Ya Allah, sungguh Engkau adalah Maha Pengampun lagi Mahamulia, maka ampunilah saya).”

Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kata Arruhu dalam surah al-Qadar. Namun mereka umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud Arruhu ialah malaikat Jibril.

Menurut Ka’abil Ahbâri, sesungguhnya di Sidratul Muntaha terdapat malaikat yang hanya Allah sendiri yang mengetahui bilangannya. Mereka turun bersama Malaikat Jibril pada malam Qadar untuk berdoa dan memohonkan kebaikan orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Dan Malaikat Jibril tidak meninggalkan seorang pun melainkan telah berjabat tangan dengannya. Tanda bahwa seseorang telah dijabat tangan oleh malaikat Jibril ialah dia gemetar tubuhnya, lunak hatinya dan bercucuran air matanya.

Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan Arruhu ialah satu malaikat yang sangat besar, sekiranya malaikat itu menggengam langit dan bumi, niscaya hanya sekali genggaman saja. Dan dia tidak diketahui oleh malaikat lainnya kecuali pada malam  Qadar. Dia turun bersama dengan para malaikat lainnya untuk menemui orang-orang yang beriman dari umat Muhammad.

Dikatakan juga bahwa Arruhu ialah segolongan malaikat yang tidak diketahui oleh para malaikat lainnya kecuali pada Lailatul Qadar. Dan dikatakan juga bahwa Arruhu adalah makhluk Allah yang juga makan dan berpakaian tetapi mereka itu bukan dari golongan malaikat dan bukan pula dari golongan manusia yang menjadi pelayan di surga.

Ada pula yang menyebutkan bahwa Arruhu ialah Nabi Isa AS karena Arruhu ialah namanya. Dia turun bertepatan dengan para malaikat untuk menengok umat Muhammad. Sedangkan yang lainnya mengatakan, dia adalah satu daripada malaikat yang kedua kakinya di bawah bumi yang ketujuh dan kepalanya di bawah ‘Arsy yang paling tinggi. Dia memiliki seribu kepala yang lebih besar daripada dunia; pada setiap kepalanya terdapat seribu wajah dan pada tiap-tiap wajahnya terdapat seribu mulut dan pada tiap-tiap mulut terdapat seribu lidah sedang dia bertasbih kepada Allah dengan semua lidahnya. Maka dia turun pada malam Qadar dan memohonkan ampunan untuk umat Muhammad.

Kata sementara ulama, yang dimaksud Arruhu ialah rahmat Allah. Pada Lailatul Qadar Allah mengutus Malaikat Jibril dengan membawa rahmat kepada para hamba-Nya yang masih hidup, maka rahmat itu masih melebihi dari jumlah mereka.

Lalu Allah berfirman, “Wahai Jibril, bagi-bagikanlah sisanya kepada mereka yang sudah mati.” Namun rahmat itu masih lebih. Maka Malaikat Jibril berkata, “Wahai Tuhanku, rahmat-Mu masih lebih dari jumlah mereka, maka apakah yang akan Engkau perintahkan lagi?”

Allah berfirman: “Wahai Jibril, gudang-gudang rahmat-Ku masih penuh, maka bagikanlah yang masih sisa itu kepada orang-orang kafir di medan peperangan.” Lalu Malaikat Jibril membagikannya kepada orang yang diketahui mati dalam keadaan Islam.     

 

Diadaptasi dari kitab Durratun Nâsihîn: fil wa’dhi wal irsyâd karya Usmân bin Hasan Ahmad as-Syâkir al-Khaibawi.

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow