Sabar Menanggung Perbuatan Istri (1)
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku di antara kalian,” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Setiap orang yang menjalin hubungan suami-istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ketentraman, kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah). Untuk itu, sebelum memasuki gerbang perkawinan, dia akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya, terutama dalam memilih calon pendamping hidupnya. Tentu saja, dia akan memperhatikan bagaimana paras atau rupanya, harta atau kekayaannya, nasab atau keturunannya. Yang lebih utama dari itu semua adalah bagaimana agamanya.
Mengapa faktor agama menjadi penting? Seorang calon istri yang mengerti, memahami dan menjalankan agamanya dengan sebaik-baiknya merupakan modal yang sangat penting bagi terciptanya keluarga yang sakinah. Dengan pengetahuan agama yang dimilikinya, dia akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai seorang istri sehingga tidak akan menuntut haknya sebelum melaksanakan kewajibannya. Begitupula, dia mengetahui dengan sebaik-baiknya bagaimana kedudukan seorang suami dalam rumah tangga sehingga tidak berani mencederai hati dan perasaan suaminya.
Dengan memperhatikan bagaimana calon istrinya, diharapkan nantinya dapat membangun mahligai rumah tangga yang diidam-idamkan. Yaitu sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum [30]: 21)
Namun, kadangkala apa yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga itu tidak sesuai dengan dambaan. Meski dari awal sudah berusaha semaksimal mungkin memilih wanita yang sesuai dengan harapannya, namun setelah sekian lama menikah seorang suami dapat mengalami kekecewaan. Semula sang suami mendambakan bahwa istri yang dinikahinya itu merupakan seorang istri yang salehah, namun kenyataannya ternyata jauh dari harapan. Istri yang dinikahinya ternyata adalah seseorang yang berani, suka membantah dan tidak menurut terhadap suaminya.
Kenyataan akan hal seperti ini sebenarnya merupakan hal yang tak dapat dipungkiri. Mungkin saja, penilaian awal terhadap calon istrinya tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Yang demikian itu dapat terjadi apabila penilaian awal terhadap calon istri hanya didasarkan pada penglihatan yang selintas saja sehingga tidak dapat mewakili dari kenyataan yang sesungguhnya. Seperti, penilaian awalnya yang hanya didasarkan pada paras calon istrinya yang rupawan, menawan dan cantik jelita. Sedangkan, orang yang parasnya cantik belum tentu hatinya cantik juga.
Selain itu, kekecewaan suami terhadap istrinya juga dapat disebabkan perubahan sikap dari istrinya yang disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor ekonomi seperti seorang istri memiliki penghasilan yang lebih tnggi dari suaminya. Kenyataan seperti ini dapat mendorong seorang istri untuk tidak mau tunduk dan taat terhadap suaminya. Malah si istri dapat mengabaikan kedudukan suaminya sebagai kepala dalam rumah tangga.
*Diadaptasi dari tulisan penulis yang pernah dimuat di majalah Anggun Jakarta.
Mokh. Syaiful Bakhri

