Tiga Agenda Besar dalam Hikmah Hijrah Nabi dari Makkah Menuju Madinah

Berikut ditampilkan tulisan dari Manager Keuangan Kopersi BMT UGT Nusantara, Abdus Salam, SE, M.SE.I, yang semula dipublikasikan di facebooknya. Tulisannya membahas tentang hikmah di balik hijrah Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah ke Kota Madinah.
Banyak hikmah yang bisa kita pelajari dari perjalanan spiritual Rasulullah Saw dari Kota Makkah menuju Madinah. Yang pertama, saat beliau mendirikan Masjid Quba di Madinah.
Ada banyak pertanyaan, mengapa Rasulullah tidak mendirikan rumah terlebih dahulu, atau istana negara, atau gedung parlemen misalnya? Melainkan membangun Masjid. Pembangunan Masjid ini, mempunyai banyak makna. Salah satunya, Rasul ingin mengokohkan pondasi akidah dan ubudiyah masyarakat Madinah kepada Allah terlebih dahulu. Beliau ingin memperkuat bangunan mental dalam diri setiap insan di Madinah. Sehingga keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT sangat kuat dan tak mudah tergoyahkan dengan rayuan pangkat, jabatan, harta, wanita dan lain sebaginya.
Inilah yang harusnya dilakukan pertama kali oleh seorang pemimpin suatu negeri. Bukan malah sibuk memikirkan fisik bangunan gedung-gedung bertingkat dan renovasi jalan tol, walaupun itu juga penting. Namun, yang lebih utama adalah membangun pondasi spiritual akidah dan ubudiyah (penghambaan) kepada Allah SWT. Karena penyakit utama bangsa ini adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal ini bisa diobati dengan pengokohan akidah yang benar, yang sesuai prinsip Ahlussunah Wal Jamaah.
Hikmah yang kedua, dari perjalanan spiritual Nabi dari Kota Makkah menuju Madinah, Nabi memperkokoh persaudaraan (Ukhuwah) antara sahabat Muhajirin dan Anshor. Mereka disatukan oleh Nabi dalam persaudaraan sesama umat Islam. Rasa persaudaraan ini sangat kuat, sehingga satu sama lainnya saling berlomba-lomba berbuat kebaikan, seperti rela memberikan salah satu istrinya kepada Abdurrahman Bin Auf. Namun, beliau menolaknya dengan halus dan lembut, seraya berkata, "Tunjukkan Aku, pada Pasar." Kelak, Sahabat Abdurrahman Bin Auf ini sukses membangun kekayaannya di Madinah untuk kejayaan umat Islam.
Tidak saja Ukhuwah Islamiyah, Nabi juga mempererat ukhuwah Wathoniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air) dan Ukhuwah Basyariyyah (persaudaraan sesama umat manusia). Tentu hal ini menjadi sangat penting bagi kerukunan hidup bernegara, khususnya di Indonesia, yang memiliki prinsip saling mencintai satu sama lainnya tanpa memandang suku, ras dan agama dalam bingkai Bhineka Tinggal Ika.
Hikmah Ketiga, Nabi membangun pasar. Pasar secara makna adalah tempat bertemunya pedagang dan pembeli, antara supply Dan demand. Pasar itu bahasa Inggrisnya adalah market. Ketika bicara market di Indonesia, setidaknya ada dua jenis market secara umum. Ada market tradisional, ada market modern. Umumnya market tradisional, itu kumuh, bau, jorok, dan barang digelar apa adanya, tanpa aturan, yang penting laku. Hehe... Sebaliknya, kalo market modern, di rancang dengan sistem komputerisasi, tertata dengan rapih, teratur, dan hawanya dingin, penuh dengan AC dan layar monitor.
Di Indonesia sendiri, sistem market modern ada tiga jenis. Ada yang jenisnya HYPER MARKET (Pasar Modern Raksasa), disebut raksasa karena dia besar, lengkap, dan beraneka ragam barang kebutuhan ada di sana. Contohnya seperti Giant, Hypermart, Lotte Mart, Carrefour Transmart, Ramayana, Matahari, GORO, dll.
Ada pula yang jenisnya menengah, yg kita sebut SUPER MARKET. Dia tidak begitu besar, dan tidak begitu lengkap layaknya Giant atau Transmart Carrefour, melainkan lebih kecil, ukurannya antara 1000M² s.d 4.999M², namun konsepnya menjual barang-barang kebutuhan masyarakat yang fast moving, seperti sayuran, buah-buahan segar, daging segar, dll. Sebut saja seperti Tiptop, Alfamidi, Giant Supermarket, Toserba Yogya (Jawa Barat), Carrefour Express, Sri Ratu (Jawa Tengah), Mirota (Yogyakarta), Macan Yaohan (Sumatera Utara), Foodmart, Foodmart Gourmet, Super Indo, Puncak Supermarket (Bangka Belitung) dan lain-lain.
Jenis yang terakhir adalah MINI MARKET. Jenis ini hampir menguasai pasar modern. Ia kecil, tapi menyemut, muncul di setiap kelurahan dan kecamatan, bahkan di depan gang rumah kita. Kalau dari segi ukuran, minimal antara 100M2 - 999M2. Yang dijual pun tidak banyak, antara 3.000 - 5.000 item barang. Namun, jenis barang yg dijual benar-benar telah diseleksi sebagai barang yang fast moving, seperti kebutuhan dapur, kamar mandi, kebutuhan anak, bayi, snack, dan kesehatan. Biasanya gajah kalau tempur berperang sesama gajah, dia takkan mati, malah tambah kuat. Gajah itu akan mati jika diserang oleh semut yang kecil-kecil ini. Demikianlah gambaran betapa pentingnya MINI MARKET ini.
Mirisnya, dari semua jenis pasar modern yang saya paparkan di atas, mayoritas dimiliki oleh non ummat, yaitu kalo gak Aseng, pasti Asing, bukan milik ummat. Bisa dihitung dengan jari, toko modern yg dimiliki oleh Ummat Islam. Padahal, seperti penjelasan saya di atas, bahwa Pasar ini merupakan urusan umat Islam. Nabi membangun kekuatan pasar paska hijrah ke Madinah, untuk memperkuat ékonomi umat Islam. Karena kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan ékonomi. Jika jiwa kita bebas merdeka, namun seluruh produk yang kita pakai adalah produk bukan milik kita, maka sejatinya kita belum merdeka seutuhnya. Ketergantungan ekonomi pada milik aseng atau asing, itu Menandakan kita belum merdeka. Kita masih terjajah.
Karenanya, kita butuh satukan tangan. Saling berulur tangan untuk memeluk gunung yg besar itu. Jangan percaya pepatah pembodohan yang sering kita dengar, bahwa maksud hati memeluk gunung, namun apa daya tangan tak sampai. Kalo sendiri, kita tak akan berdaya. Namun kalau kita Berjemaah, saling bergotongroyong, gunung sebesar apapun akan mampu kita rengkuh. Jangan lagi umat Islam ini berpikir untuk bisnis sendiri-sendiri (individual).
Di samping lama yang akan besar, sangat mudah dipatahkan. Ibarat lidi sebatang, mudah dipatahkan. Karena modal kita sangat terbatas, dan kekuatan SDM nya juga terbatas. Sinergi. Itu kata kuncinya. Bukankah kita sudah terbiasa Berjemaah dalam shalat? Lihatlah, namanya Berjemaah, makmumnya banyak, namun imamnya satu. Itulah makna Berjemaah. Jangan kita berhenti Berjemaah hanya pada urusan ibadah saja, melainkan juga kita harus Berjemaah dalam urusan Muamalah. Apalagi memenuhi kebutuhan orang banyak, hukumnya adalah Fardhu Kifayah.
Abdus Salam, SE, M.SE.I
Terakhir, saya ingin mengajak, ayoo kita bersinergi, bersatu padu, sudah saatnya kita menyusun kekuatan secara berjemaah, untuk membangun ekonomi umat Islam dengan cara belanja hanya kepada toko milik ummat, toko Basmalah milik Sidogiri, toko Hamdalah dsb. Yuk, kumpulkan modal secara berjemaah pula, untuk mendirikan toko2 belanja modern milik ummat, bersinergi dengan sesama umat Islam untuk memenuhi kebutuhan belanja ummat. Jika masih belom punya modal, bisa mengajukan pembiayaan modal kerja kepada lembaga2 keuangan milik ummat pula. Misalnya kepada KSPPS BMT UGT Nusantara, dan koperasi² syariah lainnya. Insya Allah, Hal ini akan dicatat sebagai bentuk jihad bil maal, dan jihad fii Sabilillah. Amiinn...
Bangkalan, 29.07.2022






