Aries Muftie: Mari Belajar Membangun Desa dari Saemaul Undong

Ada hal istimewa dalam pertemuan Ahad pagi Program Qoryah Thoyyibah (QT) Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS). Biasanya pertemuan dilaksanakan dari jam 06.00 WIB sampai 07.30 WIB. Namun pada pertemuan yang ddilaksanakan pada Ahad pagi (1/3/2015) dimulai dari jam 09.00 WIB dan berakhir hingga jam 13.15 WIB.
Apa yang istimewa? Tak lain adalah kedatangan Dr. Aries Muftie. Komisaris Utama Bank Panin Syariah ini perlu datang ke Sidogiri dan bertemu langsung dengan pengurus QT untuk menjalin kerjasama dalam program pemberdayaan masyarakat desa.
“Kami bermaksud menjalin kerjasama dengan Program Qaryah Thayyibah Sidogiri untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat. Saya melihat ada kesamaan visi dan misi antara program kami dengan apa yang dilakukan oleh Program Qaryah Thayyibah Sidogiri, ,” kata Aries Muftie.
“Karena itu,” lanjutnya, “Kami meminta kepada H. Mahmud Ali Zain untuk menjadi perwakilan program di Jawa Timur dan melibatkan para pengelola Program Qaryah Thayyibah Sidogiri untuk menjadi pelaksananya.”
Kedatangan Aries Muftie tidak sendiri. Dia datang ke Sidogiri bersama dengan Laksmi Mustikaningrat. Keduanya merupakan pelaksana program yang mirip dengan Program Qaryah Thayyibah Sidogiri dan mendapat mandat langsung dari Presiden Jokowi untuk melaksanakan program tersebut.
Sementara itu dari Program Qaryah Thayyibah Sidogiri yang hadir dalam pertemuan dengan Aries Muftie dan Laksmi Mustikaningrat yaitu H. Mahmud Ali Zain (Direktrur Program), H. Bashori Alwi (Wakil Direktur), H. Mokh. Syaiful Bakhri (Manajer Pendidikan), H. Wakhid (Manajer Sosial), H. Abdulloh Shodiq (Manajer Ekonomi) dan para operator dari desa Jeruk, Sidogiri dan Karanganyar.
Dalam pertemuan tersebut, Aries Muftie mengajak para pengelola Program Qaryah Thayyibah Sidogiri untuk belajar dari program pemberdayaan Saemaul Undong yang sukses dikembangkan di Korea Selatan. Menurut Aries, hanya dalam kurun waktu 9 tahun, Korea Selatan berhasil membangun Negara yang sebelumnya hancur lebur akibat perang saudara. Mereka berhasil mandiri membangun Korea Selatan sehingga mendapatkan penghargaan dunia dan berhasil mencapai swasembada pangan.
“Kunci dari keberhasilan Saemaul Undong di Korea Selatan adalah keterlibatan pemerintah, sukarelawan dan semangat jihad untuk membangun desa. Pemerintah hanya memberikan 335 sak semen untuk membangun desa. Selebihnya, masyarakat desa dengan dibantu oleh relawan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proyek-proyek pembangunan,” jelas Aries.






